HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Cek Fakta: Kenali Berita AI dengan Cepat

Featured Image

Perkembangan Konten Buatan AI yang Menyulitkan Identifikasi

Video yang dihasilkan oleh aplikasi kecerdasan buatan (AI) semakin sulit untuk dikenali dan mulai membanjiri media sosial dengan berbagai konten yang bernada hasutan atau propaganda. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara mengenali informasi dan berita palsu yang dibuat oleh AI?

Sebuah video TikTok menampilkan seorang reporter yang tampak sedang melakukan wawancara di jalan-jalan London. Ia bertanya kepada seorang pejalan kaki wanita tentang pilihan politiknya dalam pemilu mendatang. Namun, ternyata, semua adegan ini tidak pernah terjadi. Wawancara itu sepenuhnya palsu, dan bahkan reporter tersebut diciptakan melalui teknologi AI. Jika diamati lebih dekat, terdapat tanda air samar di sudut layar dengan kata "Veo", yaitu nama aplikasi pembuat video canggih dari Google DeepMind.

Video berdurasi 8 detik ini bukanlah kasus yang terisolasi. Dari TikTok hingga Telegram, siaran berita sintetis — video yang dibuat oleh AI namun menyerupai tampilan dan nuansa berita nyata — semakin marak. Mereka menggunakan bahasa visual jurnalisme seperti pelaporan lapangan, grafik di layar, dan reporter yang tampak percaya diri. Namun, sering kali seluruhnya dibuat-buat untuk memancing kemarahan, memanipulasi opini, atau hanya sekadar menjadi viral.

Hany Farid, seorang profesor di University of California, Berkeley yang berspesialisasi dalam forensik digital, menyebutkan bahwa jika seseorang berselancar cepat di media sosial, maka akan terlihat seperti berita dan terdengar seperti berita. Dan itulah bahayanya.

Dampak Siaran Berita Sintetis pada Media Sosial

Selama masa krisis, seperti kerusuhan atau peristiwa penting lainnya, klip-klip semacam ini sering muncul kembali untuk menciptakan kebingungan atau memberikan informasi yang salah. Misalnya, selama eskalasi konflik antara Israel dan Iran, banyak konten buatan AI muncul di TikTok dan platform lainnya, termasuk klaim palsu seperti Rusia bergabung dalam perang, Iran menyerang AS, atau Iran menembak jatuh pesawat B-2 AS.

Pada tahun 2024, peneliti Taiwan menemukan siaran berita sintetis di platform lokal yang menuduh politisi pro-independen melakukan korupsi. Klip-klip tersebut tidak hanya menyebarkan misinformasi, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap media berita menjelang pemilu.

Namun, sebagian pengguna juga memanfaatkan siaran berita AI untuk tujuan parodi atau komik. Contohnya, sebuah video TikTok viral menunjukkan pembawa berita sintetis melaporkan kejadian di depan lubang jalan yang sangat dalam. Ada juga avatar yang menyatakan, “Saya saat ini di perbatasan, tapi tidak ada perang. Bu, Ayah, ini terlihat nyata — tapi ini semua AI.”

Cara Mendeteksi Konten Palsu

Aplikasi seperti Veo, Synthesia, dan lainnya biasanya memberikan tanda air pada video mereka, meskipun kadang labelnya samar, dipotong, atau diabaikan. Bahkan video yang jelas ditandai pun sering kali dianggap sebagai konten nyata oleh pengguna.

Siaran berita palsu merupakan salah satu jenis konten AI yang paling canggih dan sulit dikenali. Namun, petunjuk tetap ada. Perhatikan gerakan mata dan mulut. Avatar sintetis sering kali berkedip secara tidak wajar atau kesulitan dalam sinkronisasi bibir. Gigi mungkin terlalu halus atau berkilau secara tidak alami. Bentuk wajah bisa berubah di tengah kalimat. Gerakan dan ekspresi wajah cenderung terlalu seragam dan kurang alami.

Teks juga bisa menjadi petunjuk. Teks atau spanduk di layar sering kali mengandung frasa tidak bermakna atau kesalahan ejaan. Hany Farid menjelaskan bahwa tantangan dalam menemukan konten sintetis adalah perubahan target yang terus-menerus. “Apa pun yang saya sampaikan hari ini tentang cara mendeteksi AI palsu mungkin tidak relevan lagi dalam enam bulan,” katanya.

Teknologi AI yang Semakin Murah dan Cepat

Teknologi AI telah berkembang secara dramatis. Aplikasi seperti Veo kini memungkinkan siapa saja—tanpa pelatihan media—membuat video berkualitas ala siaran hanya dengan beberapa ratus euro per bulan. Avatar bisa berbicara lancar, bergerak realistis, dan dapat dimasukkan ke hampir semua adegan hanya dengan beberapa perintah yang diketik. “Anda tidak butuh studio. Anda bahkan tidak butuh fakta,” ujar Hany Farid.

Banyak klip ini dirancang untuk mendapatkan interaksi maksimal. Mereka menyentuh topik-topik yang memicu emosi, seperti imigrasi, perang di Gaza, Ukraina, dan Donald Trump, untuk memancing reaksi kuat dan mendorong pengguna berbagi.

Program monetisasi juga semakin memberi insentif kepada kreator: semakin banyak tayangan video, semakin besar pendapatan yang bisa diperoleh. Lingkungan ini telah memunculkan jenis baru pembuat "AI slop": pengguna yang membuat konten sintetis berkualitas rendah terkait tren tertentu hanya untuk mendapatkan penayangan.

Akun-akun seperti ini—dengan sekitar 44.000 pengikut—sering kali langsung menyampaikan berita terkini sebelum jurnalis dapat mengonfirmasi fakta. Banyak video TikTok menampilkan avatar AI yang berpakaian seperti reporter CNN atau BBC, menyiarkan berita palsu atau laporan saksi mata yang direkayasa.

Pada situasi breaking news, ketika pengguna aktif mencari informasi, konten AI yang tampak realistis menjadi cara efektif untuk menarik klik dan mendapatkan perhatian publik. “Platform telah menjauh dari moderasi konten,” kata Hany Farid. “Saya bisa membuat konten, saya bisa mendistribusikannya, dan ada audiens yang bersedia mempercayainya.”

Posting Komentar